Seperti biasa. Selepas kuliah, siang itu saya mampir ke sebuah warung makan dekat pojokan gerbang kampus. Sekedar menjawab teriak-teriak riuh cacing kecil di perut yang sejak tadi di kelas berdemo. Sepiring nasi, sepotong ikan, sayur lodeh dan segelas air putih menjadi sahabat terbaik siang itu. Dilengkapi selembar koran Sindo terlentang lusuh di dekat meja saya duduk. Entah ada angin apa, tumben saya tertarik membaca koran. Ternyata koran tak utuh itu tinggal menyisakan rubrik opini dan rubrik ekonomi dibaliknya. Di pojok kiri atas rubrik opini, terdapat sebuah kolom yang berjudul “suara mahasiswa”, sontak saya kaget. Tidak di sangka ternyata di masa seperti ini masih ada juga mahasiswa yang mau menulis opini di koran.
Katanya
Tidak salah. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa menulis opini di koran adalah hal mulia. Menulis di koran dipercaya mampu mencerdaskan bangsa. Dengan melakukan pembentukan opini publik, koran mampu menepiskan masyarakat dari pembodohan kenyataan sosial. Menulis di koran pun diyakini mampu menjadi kontrol atau penyeimbang kebijakan-kebijakan publik. Terlebih jika ditulis oleh insan bernama mahasiswa, sosok intelektual, insan kritis dan juga idealis. Jadi adalah wajar jika banyak menyatakan sangat penting jika mahasiswa menulis opini di koran. Terbukti selain manfaat yang diberikan ada sikap besar yang dilakukan mahasiswa dengan menulis di koran, yaitu eksistensi.
Nyatanya
Mungkin masih panas di ingatan kita bahwa ada hal yang menarik ketika perayaan Hari Pers Nasional tanggal 9 Februari kemarin dilaksanakan. Presiden SBY mencanangkan gerakan yang cukup unik lagi menarik, yaitu Gerakan Nasional Membaca Koran. Menjadi unik karena ini baru pertama kalinya digalakkan dan menjadi menarik karena seolah membaca koran adalah hal yang langka di masyarakat. Sebenarnya apa yang terjadi? Ternyata akar masalahnya hanya satu yaitu minat baca. Budaya membaca masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan baik. Hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator yang menunjukkan masih rendahnya kesadaran bangsa Indonesia akan nilai penting pengembangan minat baca tersebut. Untuk tingkat buta huruf penduduk Indonesia, diperkirakan masih mencapai angka di atas 8% (Depdiknas, 2007) dan berdasarkan hasil survei UNESCO menunjukkan bahwa negara Indonesia memiliki minat baca masyarakat yang paling rendah di ASEAN (Warta Online, 2011). Lalu dengan kondisi tersebut mungkinkah pernyataan yang menyatakan bahwa menulis opini di koran mampu mencerdaskan bangsa menjadi benar? publik mana yang akan dicerdaskan dengan koran? Publik mana juga yang akan dibentuk opininya melalui koran? Untuk segmen masyarakat urban, budaya membaca sudah merupakan suatu kebutuhan, tapi bagaimana dengan masyarakat rural yang tidak bisa terjangkau oleh distribusi koran? Bagaimana pula dengan masyarakat kecil yang tidak mampu membeli koran? Dan bagaimana pula dengan segmen remaja yang notabene sangat jauh dengan budaya membaca?
Beda masa, beda masalahnya. Beda masalah maka beda pula solusinya. Kita harus sadar bahwa mahasiswa sekarang hidup di zaman yang berbeda dengan pendahulunya semacam Soe Hok Gie yang lantang menyuarakan kebenaran lewat tulisan karena suatu rezim. Bukan pula seperti Bung Karno yang tangguh melawan neo-imperialisme dan komunisme. Komaruddin Hidayat menyatakan, mahasiswa sekarang tidak hidup dalam rezim kuasa lokal, tapi hidup dalam rezim zaman, yaitu globalisasi. Sebagai struktur besar, globalisasi telah menghilangkan daya kritis mahasiswa yang kemudian digantikan oleh pengaruh budaya konsumerisme, hedonisme dan perilaku budaya global lainnya. Jadi jangan heran jika mahasiswa sekarang jauh lebih suka nonton infotainment dari pada diskusi ngomongin politik atau pemerintahan karena mahasiswa produk reformasi dan demokrasi labil sekarang ini adalah mahasiswa yang “aman” (apatis) dari gejolak politik besar.
Lalu
Ketika kita berbicara tentang kemampuan, maka sepertinya tidak ada alasan untuk menyangkal bahwa “mahasiswa tidak mampu beropini di koran” pasti mampu. Kalaupun ada kesulitan yang timbul hal itu adalah wajar, karena menulis adalah pekerjaan yang susah-susah gampang. Tapi itu soal teknis yang bisa dipelajari solusinya. Yang menjadi titik penting adalah masalah kemauan. Bagaimana mahasiswa mau untuk melawan semua tantangan zaman yang telah diuraikan sebelumnya. Daniel Pink, dalam karyanya “ Whole New Mind: Why Right-brainers Will Rule the Future”, memprediksi bahwa masa depan dunia kelak akan dikuasai oleh manusia-manusia kreatif yang berbasiskan penggalian ide dari otak kanan. Jadi jelas bahwa jawaban atas tantangan tersebut adalah kreatifitas. Kita harus kreatif melepas belenggu bernama minat baca dan globalisasi. Tetap menulis adalah solusi yang tepat. Menulis untuk meningkatkan minat baca masyarakat, menulis untuk mencerdaskan bangsa, menulis untuk peduli, menulis untuk kritis, menulis untuk kontribusi keabadian, dan menulis atas nama kreatifitas.
Karena tulisan tak akan kadaluarsa.
REFERENSI
semangat b van,,utk tetap menulis,,do'akah kance ni mangke ribang pule nulis cak kw,,:D
BalasHapusbagus....
BalasHapussemangat terus,.,.hidup mahasiswa...!!!
orang yang pandai membaca belum tentu pandai menulis,, dan orang yang pandai menulis adalah orang yang bisa membahas tema-tema super pelik dengan gaya penyajian yang bisa dipahami anak yang sedang belajar membaca...
BalasHapustetep semangat tuk tetap menulis..^^
Subhaallah...
BalasHapuskagum sama akhi yg pandai menulis ini,,
hamasah!!
:)
banyak membaca pasti bisa menulis dengan baik..
BalasHapusayo..ayo..semangat membaca.. ^_^
Siipp, hidup mahasiswa!!(lho)
BalasHapusSemangat menulis mksudny.
Bagus van,
perhatike eydny van, hoho kyak guru bhasa pl -bmaen be-.
menulis, membaca, semua membuat orang jadi tajam n kritis selalu.... semangat menulisnya :)
BalasHapusnice post,
BalasHapussalam wong palembang :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSegenap Panitia Confess 2011 mengucapkan selamat kepada Saudara Evan Saputra atas Juara 2 Lomba Blog Nasional Depkominfo BEM STAN
BalasHapusSemoga dapat menambah motivasi untuk terus menulis dan berkarya..
Terima kasih
Menkominfo BEM STAN
Achmad Sodikin
Selamat yah..
BalasHapusWaaa, selameeettt van, *terharuu
BalasHapusditunggu trakterannyo
BalasHapusbaru ngeh,
BalasHapusmabruk ya, evan.. :-)
selamat ya udah menang Confess Blog. emang ga salah sih, selain tulisannya mantab blognya bagus pula.
BalasHapussaya udah jarang menulis, padahal dulu itu kesukaan saya. baca tulisan ini jadi inget amanah buat zakat ilmu: menulis. sayang banget emang kalau kemampuan baca kita atau berpikir kita ga didokumentasikan atau dituangkan dalam tulisan.
karena tulisan tak akan kadaluara
selamat ya, sukses :)
BalasHapusevan..
BalasHapusaku bwt blog jugo garo2 liat blog kw...
masih pemula..
buat semuanya terima kasih ya...
BalasHapusterus berkarya,,
*speechless ni
haaa hadehhh
Diharapkan kesadaran membaca akan tumbuh secara alami,tanpa paksaan / tekanan.Salah 1-nya mungkin dengan lebih menciptakan cara kreatif untuk memancing para 'bibit' pembaca agar lebih terpanggil untuk lebih tau dgn membaca :)
BalasHapushttp://blushonme.blogspot.com
siipp dehh,
BalasHapusayooo tulisss
mkasi teman2 *loh telat lagi balesnya,,*huhuu
BalasHapus