Di suatu sore di ujung tahun 2011, saya bersama teman-teman manjalani aktivitas seperti warga ibu kota kebanyakan, keluyuran. Sayangnya sore itu kami melintas tol-dalam-kota tepat jam 5an sore. Semua orang juga tau, jam segitu adalah jam paling ekstrim bagi pengguna jalan di Jakarta, terlebih weekday, mau jalan tol atau jalan biasa semua sama, macet. Alhasil perjalanan bus yang kami tumpangi merayap manis diantara ribuan kendaraan yang sebagian besar adalah kendaraan manusia-manusia Jakarta yang pulang kerja.
Kami melintasi tol dari arah Gatot Subroto menuju ke arah Slipi, macetnya parah, kalo dibanding sama jalan kaki mungkin lebih cepat jalan kaki deh dibanding sama naik kendaraan. Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit, asli sepertinya tidak ada pergerakan yang berarti dari bus yang kami tumpangi, hanya kata sabar yang bisa saya ekspresikan pada saat itu, menunggu satu meter dua meter pergerakan setiap kendaraan yang ada.
Sampai akhirnya di sisi kanan jalan berdiri tegak bangunan bertuliskan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, satu dari sekian banyak lembaga negara yang cukup prestise di negeri ini. Saya pun langsung membuka obrolan dengan seorang teman yang saya kenal sejak tiga tahun lalu di kampus, akrab saya panggil Panto yang tepat duduk di depan kursi saya duduk.
"oh ya To, ini gedung BPK-RI, cie yang punya cita-cita kerja di sini" sedikit saya buka dengan sebuah canda.
"doain ya Van, moga beneran bisa terkabul kerja di sini" balas Panto.
"hee, gak ah, saya doain kerja di Papua aja, katanya mau buka butik muslim di Papua" diikuti gelak tawa dan kata "aamiin" dari teman-teman yang lain.
"oh ya, tau komisaris utamanya pertamina gak?" lanjut saya
"Miranda Gultom?" jawabnya cekatan
"bukan, bapak-bapak gendut, lupa saya namanya, siapa yah? (*pura-pura mikir) *karena sudah tua akhirnya saya pun menyerah untuk mengingat nama sang bapak pada saat itu, "jadi gini, tempo hari belia diundang di acara mario teguh golden ways di metro tv, ternyata kisah hidup beliau keren juga loh"
"emang gimana?" sambung Panto.