Pages

Kembali Pulang


Memaknai pulang akan terasa sama dengan memahami pergi. Pulang tidak lain adalah akibat dari suatu sebab bernama pergi. Rasanya tidak ada ke-pulang-an tanpa sebuah ke-pergi-an.

Pulang mempunyai banyak rasa. Semanis pulang saat kita rindukan sesosok tubuh yang penuh kasih sayang. Sehangat pulang saat kita butuh tempat penuh kedamaian. Atau bahkan sebaliknya, sepahit saat kita tersingkir dari kompetisi hidup yang memaksa kita untuk pulang. Asam, manis, asinnya membuat pulang begitu istimewa.

Pulang dan rumah adalah dua frase yang begitu akrab. Hampir semua ke-pulang-an berujung ke rumah. 

pergi-rasa-rumah

Dulu sekali saat pertama kali saya menulis untuk blog ini, saya terlanjur menyebut ruang maya ini sebagai -rumah-. Dengan segala alasannya, saya belajar memahami bahwa di

dan berbuatlah sesuatu


sampai akhirnya kita harus berhenti
tertahan tanpa satu langkah kecil apa pun

biar keberanian tak cukup kalahkan tantang itu


mari memaksa

ada senyum-senyum mereka di loncatan kita

berhentilah sejenak, kemudian bangkit dan berbuatlah sesuatu




Bersama Doa

Di suatu sore di ujung tahun 2011, saya bersama teman-teman manjalani  aktivitas seperti warga ibu kota kebanyakan, keluyuran. Sayangnya sore itu kami melintas tol-dalam-kota tepat jam 5an sore. Semua orang juga tau, jam segitu adalah jam paling ekstrim bagi pengguna jalan di Jakarta, terlebih weekday, mau jalan tol atau jalan biasa semua sama, macet. Alhasil perjalanan bus yang kami tumpangi merayap manis diantara ribuan kendaraan yang sebagian besar adalah kendaraan manusia-manusia Jakarta yang pulang kerja. 

Kami melintasi tol dari arah Gatot Subroto menuju ke arah Slipi, macetnya parah, kalo dibanding sama jalan kaki mungkin lebih cepat jalan kaki deh dibanding sama naik kendaraan. Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit, asli sepertinya tidak ada pergerakan yang berarti dari bus yang kami tumpangi, hanya kata sabar yang bisa saya ekspresikan pada saat itu, menunggu satu meter dua meter pergerakan setiap kendaraan yang ada.

Sampai akhirnya di sisi kanan jalan berdiri tegak bangunan bertuliskan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, satu dari sekian banyak lembaga negara yang cukup prestise di negeri ini. Saya pun langsung membuka obrolan dengan seorang teman yang saya kenal sejak tiga tahun lalu di kampus, akrab saya panggil Panto yang tepat duduk di depan kursi saya duduk.

"oh ya To, ini gedung BPK-RI, cie yang punya cita-cita kerja di sini" sedikit saya buka dengan sebuah canda.
"doain ya Van, moga beneran bisa terkabul kerja di sini" balas Panto.
"hee, gak ah, saya doain kerja di Papua aja, katanya mau buka butik muslim di Papua" diikuti gelak tawa dan kata "aamiin" dari teman-teman yang lain.
"oh ya, tau komisaris utamanya pertamina gak?" lanjut saya
"Miranda Gultom?" jawabnya cekatan
"bukan, bapak-bapak gendut, lupa saya namanya, siapa yah? (*pura-pura mikir) *karena sudah tua akhirnya saya pun menyerah untuk mengingat nama sang bapak pada saat itu, "jadi gini, tempo hari belia diundang di acara mario teguh golden ways di metro tv, ternyata kisah hidup beliau keren juga loh"
"emang gimana?" sambung Panto.

(Sekedar) Catatan Perjalanan

Ketika menulis cerita ini. Entah kenapa kesulitan sangat terasa ketika saya hendak memulainya. Mulai dari mana? Mulai dengan apa? Hee maklum!! mungkin ini salah satu efek kalo udah lama gak nulis. Serasa kaku tak berdaya, padahal saya hanya mau nulis cerita sederhana. Bukan cerita ribet mirip ceritanya Nazaruddin di TV. (itu kasus udah selesai belum sih?) he Baiklah mengalir saja yah. Ini sedikit rangkaian cerita mudik saya kemarin yeaah. *agak gak penting hee

 “Horeee. Alhamdulillah akhirnya mudik juga.”

Begitulah bisik bahagia luap suara hati ketika saya sampai di terminal 1B Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Bersama belasan teman lainnya, akhirnya kami memutuskan mudik lebaran tahun ini bareng-bareng melalui jalur udara. Ya namanya bareng-bareng tentu rasa kebersamaanlah yang menjadi poin utama dari perjalanan kami kali ini terlebih kita beruntung, tiket pesawat relatif murah jika dibandingkan tiket bus mudik yang mengalami kenaikan cukup wahhh menjelang lebaran ini.

Dari kost sampe bandara kita berangkat bersama, serulah. Maen-maen, ngobrol,  becandaan dan lain-lain *saking banyaknya. Dan tebak saya kondisi pesawat bakal rame karena guyonan kita-kita, itu sih kalo gak ganggu radar penerbangan, he. Perjalanan yang menyenangkan pikir saya. Tapi sayang, entahlah mungkin ini yang dinamakan kuasa Tuhan, he *(lebay) pas check in ternyata saya dapat tempat duduk yang terpisah jauh dengan teman-teman yang lain. Senyum-senyum sendiri liat no kursi yang nyeleneh itu *yah nasib bakal kehilangan momen seru bersama teman-teman -__- 


Setelah menaiki tangga pesawat dengan gaya agak melow *maklum waktu itu udah agak malam plus sepoi-sepoinya kenceng banget, akhirnya saya dapati kursi no 36F, udah agak belakang tepat di tepi jendela, berjajar dengan kursi no 36D dan 36E. Di 36D sudah ada yang duduk seorang bapak-bapak dengan style anggota TNI ber-head set tergantung manis di telinganya. Saya berikan senyum terbaik saya saat itu tanda mohon izin melewatinya menuju kursi tempat saya duduk. Setelah agak lama, kursi 36E (antara kursi saya dan kursi bapak tadi) masih aja kosong. Saya terus berbaik sangka mungkin sang penumpang sedikit terlambat. Kedatangannya akan agak didramatisir beberapa detik menjelang pesawat take-off lah, kayak di film-film. Karena saya yakin penumpang di 36E ini adalah seorang gadis shalihah, cantik, pinter, kaya, ramah, rajin, baik hati, suka menolong *terus apa lagi yah? (Intinya istimewahlah) yang kemudian berkenalan dengan saya, akrab, bla bla bla, kami menikah, dan hidup bahagia selamanya *gubraakkk, hahaha . Tapi itu cuma mimpi, yah mimpi, pesawat pun terbang meninggalkan Jakarta dan terbang meninggalkan hayalan tak bermutu ala saya. Yah kursi 36E tetap kosong, *krik krik krik.

Anyer, Malam, dan Ayah

Anyer, objek wisata pantai satu ini merupakan alternatif favorit tempat liburan bagi sekian banyak warga Jakarta saat ini. Merasa bosan dengan rutinitas kantor, kuliah atau lainnya? bermain pasir, bermain ombak, berenang, serta melihat indahnya anak gunung krakatau yang begitu eksotis adalah solusinya.

Alhamdulillah dengan segala nikmatNya akhirnya saya bisa “terdampar” lagi di pantai indah itu. Kali ini bersama rombongan kelas  3D, temen satu perjuangan di tingkat akhir kampus plat merah yang sangat saya cintai.

Kalo boleh agak lebai, saya mau bilang kalo anyer itu “woow gak ada matinya”, caile. Iya donk. Walaupun bukan kali pertama saya berkunjung ke sana tapi sensasi yang saya rasakan tetap aja sama hmmm indahnya. Selain emang tidak bisa dipungkiri bahwa ciptaan Allah emang sangat sempurna, terlahir dan tumbuh sebagai “anak gunung” pantai bagi saya merupakan hal yang baru, iya donk buktinya seumur hidup -yang udah beranjak kepala dua ini- saya berlibur ke pantai baru tiga kali. Pertama tahun lalu anyer, kedua ancol, dan ketiga tahun ini anyer lagi. hee 

Seperti biasa namanya liburan isi kegiatannya tidak jauh dari suka cita, dalam rangka makrab kelas, emang setiap acara di setting bagaimana kita bisa saling akrab satu sama lain. Pokoknya indah deh, semua acaranya berkesan. Tapi ada hal yang paling berkesan menurut saya dari perjalanan dua hari itu. Yang anehnya gak ada sangkut pautnya sama temen-temen kelas tapi kepada sesosok yang jauh di sana yang sangat saya rindukan. Ayah.

Selepas isya, kebetulan acaranya fleksibel, sebagian temen ada memilih ngobrol di cottage. Ada juga yang bakar-bakar jagung, ada lagi yang nyanyi-nyanyi di tepi pantai. Di sisi lain beberapa temen yang membawa kamera tidak mau melepaskan momen-momen indah itu dalam bidikan lensa mereka. Kalo ada yang tanya saya ikut kemana? He saya ikut semuanya, pindah-pindah. Tapi berhubung saya lagi sangat tertarik dengan dunia photografi jadi saya keasyikan ikut belajar photo-photo. (lalu hubungannya sama ayah apa? Sabar yah, lanjut yok)

Berhubung suasana malam gelap, pas banget seorang temen lagi cobain teknik slow shutter pake kamera DSLR-nya. Apa itu slow shutter? He baca di sini aja kalo mau lengkapnya, tapi intinya kita bisa bikin tulisan atau gambar pake bantuan cahaya yang ditangkap oleh kamera dalam waktu beberapa detik,tapi orang yang gambar gak bakal ketangkep kamera. Canggih yah? Hee singkat cerita beberapa temen termasuk saya mau coba bikin karya, berhubung pada gak bisa gambar akhirnya kita cobain slow shutter text, artinya kita bikin tulisan, apapun. Susah banget tau, soalnya kita nulisnya dari arah yang berlawan, tidak boleh membelakangi kamera, jadi bikin hurufnya sering terbalik kayak bikin S jadi Z, hee. Setelah perjuangan panjang nah inilah hasil iseng kami malam itu.