Pages

Sepenggal Kisah Hari Itu


Entah angin apa yang menerpaku hari ini, membuatku begitu berani mencoretkan sesuatu yang kurasa sedikit mengganjal di hati. Ku pikir hari ini adalah hari yang biasa saja, seperti hari yang sering kulalui. Tapi ternyata pikirku salah aku sadar hari ini adalah hari yang Allah setting dengan begitu jeli untuk hambanya yang benar-benar  memaknai setiap langkah hidupnya.

Hari ini, kampus tampak begitu ramai. Ya kuingat hari ini adalah hari pengumuman penerimaan mahasiswa baru. Tak jauh beda seperti tahun-tahun sebelumnya, aku pun begitu antusias tuk melihat ribuan deretan nama mahasiswa baru yang diterima. Harapku cuma satu, semoga ada temanku atau adik kelasku yang menyusul ke kampus ini.

Tiga ribuan nama begitu padat tertempel di papan pengumuman. Wah semakin yakin pasti ada nama yang kucari. Kutelusuri satu persatu nama itu, namun sampai kertas terakhir tak kutemui satu namapun. Pikir  aku ceroboh, pasti ada nama yang terlewat kuulangi satu kali lagi. Tu kan benar, satu adik kelasku dinyatakan lulus, Alhamdulillah. Tanpa pikir panjang ku ambil hp dari saku celana, ku sms dia, ya sekedar mengucapkan selamat buatnya.
Aku pulang meninggalkan ribuan orang yang memadati lapangan parkir tempat papan pengumuman itu berada. Pulangku tak begitu menyenangkan, adik kelasku hanya satu yang lulus itu pun pendidikan di Palembang, aku pun bisa menyimpulkan hari ini sama seperti satu tahun lalu tak ada penerusku di sini.
************************************************

Malam ini begitu dingin, capek yang kurasa begitu sempurna. Ba’da sholat  isya di masjid, aku tak langsung pulang ke kamar kost, mampir sebentar ke ruang tv kostku, beristirahat sejenak sembari melihat berita di salah satu stasiun tv.

Empat puluh lima menit berlalu, hp mungilku bergetar sebuah pesan masuk dengan no baru. 

“Asslmkm k’ evan y? 


Ku jawab seadanya, walau tak begitu ramah,he tetap saja aku coba untuk bercanda. Oh ternyata Rahman adik kelasku. Ku ingat-ingat rasanya ia mutarobbi ku di SMA dulu ((he maafkan kakak dek, kakak memang bukan murobbi yang baik,he). Sms pun begitu seru sampai kudapat berita gembira dari dia. Ternyata Rahman juga lulus di kampusku. Aku sempat tak percaya mendengarnya kuingat-ingat lagi tadi sore, ku rasa tidak melihat namanya. Tapi tak mungkin dia salah, pasti aku yang salah. Tanpa pikir panjang ku ambil sepeda andalanku, ya aku harus cek pengumumannya. 

Ku kayuh sepeda itu dengan cukup kencang. Dalam hati ya Allah semoga aku tadi salah lihat dan semoga adik kelasku memang benar-benar lulus .

Kampus tak begitu jauh dari kost. Melewati rumah-rumah warga, jalan kampung, sebuah lapangan bola, dan perumahan dosen, tak sampai sepuluh menit aku sampai di tempat pengumuman yang  kulihat sore tadi. Ku parkir sepeda sederhanaku. Aku pun bergegas menuju puluhan kertas yang disusun rapi di beberapa papan pengumuman itu. Ku keluarkan handphone N1202 milikku, ku kepilih fitur flashlight nya sekedar membantu penerangan. Papan pengumuman memang begitu gelap dan sangat sepi, tak ada orang lagi, kulihat jam sudah menunjukkan jam setengah sembilan malam wajar jika aku harus perlu bantuan senter kecil ini. Tak lama aku mencari namanya. Ya Alhamdulillah dia benar-benar lulus, aku pun begitu bahagia. Bahagia seorang kakak kelas sekaligus mentornya dulu. (^.^)/
********************************************************

Aku putuskan untuk pulang kembali ke kost. Karena memang tak perlu berlama-lama di sini. Sudah malam dan udara kampus memang begitu dingin. Namun niatku terhenti, seorang bapak separuh baya datang ke arahku sambil sibuk memainkan handphonenya. Oh ternyata bukan untuk menemuiku, kuketahui ternyata dia adalah orang tua dari salah satu peserta tes yang juga ingin melihat hasil pengumuman. Ku tebak ia berumur empat puluhan malah sepertinya hampir lima puluh. Jaket hitam terpasang gagah di badannya. Kuperhatikan celananya, oh sepertinya aku kenal celana itu, seperti celana seorang PNS, mungkin guru atau pegawai kantor pemerintah.

Beliau berdiri tepat di sampingku, ia arahkan layar handphonenya ke arah papan pengumuman dan ia pun mulai melakukan “pencarian”. Aku tak yakin apa pengelihatan bapak ini cukup baik tuk mencari nama anaknya di tengah kegelapan seperti ini. Aku sempat diam seribu bahasa. Namun aku tersadar dan mulai membuka pembicaraan dengan bapak yang masih begitu serius melakukan pencarian itu. 

“Anaknya tes di Jakarta ya Pak?” tanyaku sederhana
“Iya” jawabnya singkat
“oh kalo begitu liat pengumumannya di sini pak, kalo itu yang tes di Medan dan Palembang” ku tunjuk satu papan di sebelah kiri posisiku berdiri.
“oh ya” jawabnya sederhana
“berapa nomor tesnya pak? Mungkin bisa saya bantu mencarikan namanya” tawar ku
“05117 sekian sekian (aku hanya ingat lima angka diawal saja)”
“di sini pak” kutunjukkan deretan nama dengan nomor ujian berawalan 05117, ku lihat jelas tak ada nama anaknya.
“nomor tesnya gak ada di sini pak” aku bingung untuk mencari pengganti kalimat untuk menyampaikan kalo anaknya tidak lulus.
Bapak itu diam. Tidak ada jawaban sama sekali.
“anaknya mungkin belum lulus pak” kupertegas kalimat ku
Bapak itu pun masih diam seribu bahasa.
****************************************************

Kurasa ada yang salah dengan cara penyampaianku, tapi entahlah. Kami pun hanya diam ditengah kesunyian. Bapak itu pun masih terus mencari-cari nama anaknya yang barang kali terlewati. Sebaliknya aku sangat yakin kalo nama anaknya memang tak ada di papan pengumuman. Dan kurasa bapak itu pun mengerti akan perkataanku. Tapi tak taulah apa yang menyebabkan ia tetap kekeh mencari nama anaknya. Aku sedikit tak enak hati, kutinggalkan bapak itu.

Aku duduk ditaman parkir. Taman yang tak jauh dari deretan papan pengumuman. Bedanya taman ini diterangi lampu yang cukup terang. Dari taman ini masih kuperhatikan dengan jelas bapak itu masih semangat mencari-cari nama anaknya. Angin-angin malam sesekali mengibas ramah jaket yang dipakai sang bapak. Terus kuperhatikan sambil  kulihat jam di handphone kecilku. Satu menit dua menit tiga menit bapak itu masih tak menyerah untuk terus melihat satu demi satu nama yang ditempel itu. Berharap ada nama anaknya. 

Pikirku “bapak ini begitu luar biasa, ia pasti menaruh harapan besar pada anaknya, jam segini ketika kebanyakan orang sedang istirahat, ia begitu tegar, sepulang dari kantor ia masih menyempatkan waktunya untuk melihat pengumuman anaknya, ia pasti berharap anaknya berhasil, pulang dari sini beliau pun pasti berharap bisa membawa kabar baik untuk anaknya di rumah. Aku yakin berat baginya pulang ke rumah dengan kabar tak menggembirakan”

Angin semakin kencang menampar pipi kecilku. Kutersadar dari sebuah renungan.  Delapan menit telah berlalu, ternyata bapak itu masih tetap asyik dalam pencariannya. Entah sampai kapan bapak ini akan mengakhirinya. Selang dua menit kemudian kulihat tanda-tanda ia berhenti. Entah berapa kali ia mengulangi pencarian tadi. Kulihat ia hanya sibuk dengan handphone nya sepertinya ia sedang menulis sesuatu, mengetik sms barangkali. Setelah itu pun ia langsung menuju motor matic putih miliknya, walaupun ku ketahui sekali jalanya sangat tak bersemangat ada sebuah kekecewaan yang terpancar darinya.

Dua tahun lalu Allah berikan aku kesempatan mengecap manisnya lulus di kampus ini, yang kurasa hanya bahagia, bangga dan suka cita. Ku hanya tau bahwa ayah, ibu dan sodara-sodaraku bahagia bersamaku. Aku tak sadar bahwa di balik kebahagiaan itu banyak sekali teman-teman yang kecewa. Astaghfirullah semakin sadar bahwa diri ini termasuk orang yang tak pandai bersyukur. Ampunkan hamba ya Robb.
Buat Merlly dan Rahman, selamat ya, selamat bergabung di STAN

3 Agustus 2010. 22:34
Arum Asri, Tangerang




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar di sini yah,